Translate

Senin, 22 April 2013

Pilih Mana? (Bagian 2)

GOOD BOY atau BAD BOY?

Semua perempuan pasti lebih memilih good boy dibandingkan bad boy. Tapi apa iya good boy pasti lebih baik dari bad boy?

Good boy, dengan segala unsur positif yang ada pada dirinya tentu membuat kita nyaman dan merasa aman dalam menjalani hubungan. Tidak perlu khawatir bahwa dia akan lirik kiri kanan, flirting atas bawah dibelakang kita. Terutama untuk yang menjalani LDR* sepertinya good boy merupakan pilihan yang pas.

Tetapi Tuhan menciptakan manusia tidak sempurna, tentu si good boy memiliki kekurangan. Nah, apakah kita siap menerima kekurangan good boy?

Ketika kita dihadapkan pada sikap-sikapnya yang manis, baik, tutur kata yang menyejukkan, tiba-tiba kita mengetahui si good boy memiliki kekurangan. Misal, ternyata good boy hanya baik dalam bersikap, tetapi buruk dalam hal kerapihan dan kebersihan, sementara kita adalah orang yang berprinsip kebersihan sebagian daripada iman.

Atau good boy memang betul-betul baik, baik kepada semua orang. Karena terlalu baik, dia sering dimanfaatkan oleh teman-teman dan keluarganya, tanpa bisa memilih mana yang lebih penting. Tentu ini akan mengganggu, terutama ketika hubungan menginjak pada jenjang pernikahan. Dimana prioritas utama tentu keluarga sendiri, bukan keluarga kakak, adik, sepupu, apa lagi keluarga teman.

Tentu menyenangkan memiliki pasangan dari kategori good boy, tetapi apakah kita bisa menerima ketika rasa sayangnya kepada kita menjadi berlebihan, cenderung posesif? Bahkan mungkin cemburu kepada saudara laki-laki kita.

Lalu apakah kita akan menerima ternyata si good boy memiliki masa lalu kurang baik, misalnya pernah menggunakan obat-obatan terlarang, hingga menjalani rehabilitasi, kemudian insyaf dan berubah menjadi sosok good boy?

*

Bad boy identik dengan pria yang banyak pacar, baik pacar resmi maupun tidak resmi (baca: HTS*). Atau memang hanya punya pacar satu, tetapi mantannya segambreng, alias doyan ganti-ganti pacar.

Banyak perempuan menghindari berhubungan dengan bad boy, alasannya takut makan hati. Apa iya pacaran dengan bad boy makan hati?

Kalau sejak awal menginginkan hubungan yang serius ya pasti makan hati. Karena pada tahap awal hubungan, biasanya memang sekedar have fun. Tetapi bukan berarti bad boy tidak bisa serius, kalau sudah merasa klik dengan pasangannya, bad boy pun bisa serius dan menjaga komitmen.

Ada seorang teman wanita, dia termasuk kategori good girl. Hidupnya baik dan lurus-lurus saja. Tetapi cukup mengejutkan karena dia memilih bad boy sebagai pasangan hidupnya. Lucunya teman saya tersebut tidak mengetahui reputasi sang suami. Padahal kami teman-temannya cukup tahu bagaimana reputasi  suaminya dulu. Lalu apakah suami teman saya yang menyandang predikat bad boy tersebut hanya main-main saja? Tidak, justru karena merasa klik dengan teman saya yang good girl, akhirnya dia memutuskan untuk serius dan kini telah memiliki anak yang lucu-lucu.

Perilaku bad boy juga tidak selalu buruk, justru bad boy termasuk kategori pria yang bisa menyenangkan hati wanita. Makanya bad boy dengan mudah mendapatkan pacar baru walaupun baru putus satu minggu dari pacarnya.

Berhubungan dengan bad boy jangan terlalu dimasukan ke hati. Kalau awal hubungan dia bersikap santai, cenderung have fun tanpa pernah membahas hal-hal serius, kita pun harus bersikap santai, jangan berharap terlalu tinggi dari hubungan tersebut, apa lagi mengajak dia untuk segera menikah, yang ada dia bakal kabur cari pacar baru.

Kita pun harus siap jika tiba-tiba si bad boy ingin mengakhiri hubungan. Bad boy yang masih agak baik akan memberikan kejelasan status hubungan, apakah putus atau lanjut. Walaupun terkadang alasan memutuskan hubungan juga tidak jelas. Sedangkan bad boy yang betul-betul bad boy, biasanya perlahan menjaga jarak, mundur teratur, lalu menghilang. Tahu-tahu profile picture di facebook, twitter, path, dll sudah dengan wanita lain, mesra pula. Atau lebih parah kita di block bahkan di delete dari segala akun social media dan chat application miliknya.

Lalu bagaimana jika si bad boy tiba-tiba serius dengan hubungannya dengan kita?
Nah, kalau seperti ini tandanya dia memang sudah siap dengan komitmen. Dalam tahap ini baru kita bisa bicara hal-hal serius mengenai komitmen berdua. Kedepan akan seperti apa, apa yang kita harapkan dari dia, begitu juga kita harus mendengarkan apa harapannya dari kita sebagai pasangan.

*

Lalu mana yang enak untuk dijadikan pasangan?
Setelah mencoba kedua-duanya (loh?) ternyata tidak ada salahnya berhubungan dengan bad boy. Karena dia tipikal pria yang bisa menyenangkan hati wanita. Hubungan pun berjalan santai tanpa beban. Dan jelas dia bad boy, tidak menutupi hobinya beramah tamah dengan wanita lain, walaupun mengesalkan juga sih, tapi kan kita bisa beramah tamah juga dengan teman-temannya, jaga-jaga kalau tiba-tiba dia memutuskan hubungan, heheheee...

Bukannya tidak suka berhubungan dengan good boy. Untuk yang menginginkan hubungan serius sampai kejenjang pernikahan tentu pilihan utama ya good boy. Namun bagi saya kadang keseriusan si good boy malah menjadi cerita drama ga jelas. Manusia tidak lepas dari segala kekurangan. Dengan good boy segala kekurangan yang ada didirinya ataupun didiri kita, masalah-masalah seputar hubungan berdua, biasanya menjadi pembahasan yang panjang. Padahal belum tentu juga kita berjodoh dengan dia.

Dengan bad boy karena lebih santai, biasanya dia tidak terlalu pusing dengan kekurangan diri kita, ada masalah pun biasanya tidak menjadi pembahasan panjang. Paling-paling bad boy meninggalkan kita, cari pacar baru. Kata para bad boy "Buat apa memperpanjang masalah, kaya ga ada cewek lain aja".


PRIA YANG LEBIH TUA, SEUMURAN, atau PRIA LEBIH MUDA?

Nah, kalau untuk yang ini tidak ada patokan mana yang lebih baik. Karena kenyataannya usia seseorang tidak menjadi jaminan bahwa dia lebih baik, lebih dewasa, dan lebih segala-segalanya.

Saya pernah mengenal pria yang lebih tua tetapi pemikirannya belum dewasa, cape rasanya karena seperti ngemong anak kecil. Malah ada teman pria yang usianya lebih muda tetapi cara berpikirnya cukup dewasa. Dengan yang seumuran masalahnya standar, hanya masalah ego masing-masing saja yang tidak bisa diredam.

Kalau menginginkan hubungan yang serius tapi masih bisa have fun, jangan memilih pria yang usianya terpaut amat sangat jauh, misalnya sampai 20-30 tahun atau seusia ayah kita. Sudah beda jaman, bisa-bisa ngobrol pun ngga nyambung. Kecuali motif hubungannya beda (jadi istri muda) itu sih lain cerita yaaa...

Jangan juga memilih yang terlalu muda kalau beniat memiliki keturunan yang banyak. Ingat, perempuan ada batas masa subur. Tak hanya itu, begitu kita menjadi tidak menarik lagi dimatanya, siap-siap ada orang ketiga masuk.

Jadi menurut saya, umur menjadi nomer kesekian dalam hal memilih pasangan, yang terpenting bagaimana dia bersikap dan berpikir. Terutama jika memang ingin serius mengarah ke pernikahan. Karena dalam pernikahan masalah semakin kompleks. Bukan sekedar berdua, tetapi beramai-ramai. Mulai dari masalah anak, pekerjaan, keuangan, pembagian tugas rumah tangga, dll. Belum lagi jika terjadi hal-hal diluar dugaan, misal anak sakit, dan kita berdua bekerja, kita harus bisa memutuskan siapa yang bisa lebih meninggalkan pekerjaan. Istrikah atau suamikah? 

Wajarnya sih sang ibu yang menemani anak sakit, tetapi kalau kenyataannya bahwa sang istri tidak bisa meninggalkan pekerjaan dan suami sedang tidak terlalu banyak pekerjaan dikantor, tidak ada salahnya kan suami yang mengurus anak dirumah, namanya juga emergency, tidak terduga.


PRIA KAYA atau PRIA MAPAN?

Ada yang mengatakan "Pilihlah pasangan dari strata sosial ekonomi yang tidak jauh beda", agar tidak ada ketimpangan dalam hal pemikiran dan gaya hidup. Juga memudahkan dalam beradaptasi satu sama lain. Tidak hanya adaptasi antar personal, tetapi adaptasi lingkungan sosial masing-masing.

Namun apapun starta sosial kita, pilihan tentu jatuh pada pria mapan. Bukan hanya mapan secara financial, karier atau materi, tetapi juga mapan pemikirannya. Karena pria kaya belum tentu mapan. Bisa saja dia kaya karena orang tuanya, orang tuanya yang membangun bisnis dia tinggal menikmati. Nah, apakah dia cukup mapan untuk menjaga dan mengembangkan bisnis yang orang tuanya bangun?

Tapi buat yang masih santai ga dikejar pertanyaan "Kapan Nikah?" sah-sah saja pilih pria kaya. Sambil menjalani hubungan yang fun, sambil mengenal karakternya juga, siapa tahu ternyata dia pria kaya dan juga mapan.


PRIA POSESIF atau PRIA YANG MEMBERIKAN KEBEBASAN?

Saya sangat mencintai kebebasan, makanya sejak dulu saya mencari pria yang bisa memberikan saya banyak ruang gerak. Karena menurut saya itu adalah hak hidup yang diberikan Tuhan untuk kita nikmati. Untuk apa punya pasangan tetapi kita malah tidak berkembang atau malah menjadi jauh dengan teman dan kerabat.

Ternyata tidak selamanya kebebasan itu indah. Saya memiliki pengalaman buruk dengan pria yang memberikan saya cukup banyak kebebasan. Alih-alih memberikan kebebasan ternyata dia memang tipe pria yang super cuek. Rasanya saya hanya sekedar pajangan dan status saja, saya pun memilih mundur.

Tapi dengan pria posesif ternyata lebih parah. Saya harus memberikan laporan terbaru setiap saya pergi, padahal ibu saya saja tidak seperti itu. Kalau saya lupa memberi kabar dia bisa marah. Akhirnya saya lebih sering mematikan handphone. Belum lagi kecurigaannya terhadap teman-teman saya yang memang mayoritas berjenis kelamin pria. Tidak tahan dengan sikapnya, saya pun lebih memilih mengakhiri hubungan.

Dari studi banding dua karakter tersebut (tsssaaah..gaya bener yaa..) ternyata pria posesif sedikit lebih baik (sedikit aja yaaa...).
Karena keposesifan mereka menandakan memang mereka memiliki perhatian dan rasa sayang kepada kita. Asal sikap posesifnya tidak berlebihan hingga mengarah kepada posesif, obsesif, kompulsif. Seperti difilm-film thriller, dimana temen-temen pria si wanita dibunuh satu-satu, yang akhirnya si wanita tercinta pun dibunuhnya.


PRIA CUEK atau PRIA TIDAK CUEK?

Cuek atau tidak cuek disini maksudnya dalam hal penampilan, kerapihan, dan kebersihan.

Pasti semua memilih pria yang tidak cuek. Iyalah, siapa juga yang mau jalan dengan pria yang tidak bisa membedakan mana pakaian untuk acara resmi dan mana pakaian untuk dirumah. Atau mungkin pasangan anda termasuk kategori waterproof alias susah mandi? Sesekali malas mandi pagi bolehlah yaa.. asal jangan ketika mengajak anda kencan malam hari, mandinya hanya sekali, pagi saja.

Pria tidak cuek ada batasnya. Terlalu perhatian dengan penampilan bisa mengganggu hubungan juga. Apa lagi jika dia menjadi komentator dari setiap penampilan kita. Senang sih ada yang memberikan perhatian dan masukan positif dalam hal penampilan. Tapi kalau setiap penampilan kita dikomentari, mulai dari matching atau tidak antara warna baju dan warna lipstik, sampai kalau mau membeli baju baru harus selalu dengan dia karena khawatir anda salah pilih model atau warna, ganggu juga kan. Jadi sebetulnya dia pasangan kita atau penata gaya pribadi?

Hati-hati juga dengan tipe pria tidak cuek mengarah kepada perfeksionis, obsesif, kompulsif. Seperti kalau mengenakan kaos kaki tingginya harus sama rata, tidak boleh beda se-mili pun (padahal kaos kakinya juga tertutup celana panjangnya). Atau dia terbiasa menaruh barang-barangnya pada tempat semula, benar-benar tempat semula tidak bergeser satu senti pun. Bisa-bisa kita kena omelan dia hanya gara-gara menaruh remote tv yang tidak sejajar dengan remote dvd.

Menurut saya pria tidak cuek yang pas adalah pria yang memperhatikan penampilan, kebersihan dan kerapihan dirinya dengan baik, tidak berlebihan. Bukan pesolek yang heboh menutupi kantong mata dengan concealer akibat begadang setelah menonton pertandingan sepak bola.


PUNYA PASANGAN atau TIDAK PUNYA PASANGAN?

Setelah membahas beberapa tipe pria, apakah sudah memiliki gambaran akan memilih tipe pria seperti apa untuk dijadikan pasangan? Atau malah memilih untuk tidak punya pasangan?

Tuhan menciptakan makhluknya berpasang-pasangan. Namun terkadang kita mendapatkan pasangan yang tidak pas. Manusia tidak ada yang sempurna, seberapa bisa kita menerima ke-tidak-pas-an antara kita dan pasangan?

Selama hal-hal yang tidak pas tersebut masih bisa dalam batas wajar, bukan hal prinsip dan masih bisa dibicarakan, itu lumrah. Tidak ada manusia yang sama atau sesuai dengan keinginan kita. Toh kita pun tidak lepas dari segala kekurangan, maka bersyukur jika memiliki pasangan yang tidak komplain dan cerewet dengan kekurangan-kekurangan kita.

Tapi jika hal yang tidak pas tersebut merupakan hal prinsip, apa lagi tidak ada niat dari pasangan untuk mencoba memperbaiki. Saya sih memilih untuk tidak memiliki pasangan. Buat apa memiliki pasangan tetapi malah pusing dan makan hati.

Saya pernah memilih tidak memiliki pasangan selama 3 tahun. Padahal saat itu berstatus sebagai pramugari, most wanted girl in the world (lebay). Saat itu saya memilih tidak memiliki pasangan karena tidak mau ribet dengan segala komitmen. Daripada mendapat komplain karena tidak punya waktu untuk pasangan, dimana waktu saya saat itu lebih banyak untuk bekerja. Belum lagi kalau memiliki pasangan yang bawaannya curiga dengan hubungan saya dan rekan-rekan kerja, seperti pramugara, pilot dan co-pilot, yang ada malah bikin ribet.

Ketika akhirnya memutuskan untuk memiliki pasangan, saya memilih pria yang menurut saya pas, tidak hanya sebagai teman tetapi partner hidup. Teman berbagi cerita, suka dan duka, juga perjalanan hidup kedepan. Tetapi ternyata Tuhan belum memberikan yang betul-betul pas. Tuhan masih ingin saya membuat suatu cerita kehidupan.  Dengan jalan cerita baru yang entah seperti apa. Kini saya pun kembali memilih untuk tidak memiliki pasangan ;)

Kenapa? Silahkan baca http://www.agitamaulani.com/2013/03/ulasan-hati.html

*

*LDR : Long Distance Relationship
*HTS : Hubungan Tanpa Status


1 komentar: