Translate

Senin, 29 Oktober 2018

Jangan Menambah Duka


Sekitar pukul 9 pagi kabar tak enak masuk di grup WA teman-teman awak kabin, bahwa Lion Air tujuan Pangkal Pinang hilang kontak tak lama setelah lepas landas.

Tak lama, informasi mengenai penerbangan tersebut masuk. Info yang berisi nomor penerbangan, ETD, ETA, hingga nama-nama kru yang bertugas pagi itu.

Beberapa menit kemudian, kami mendapat konfirmasi bahwa pesawat dengan nomor penerbangan JT610 tersebut jatuh. Informasi ini disertai dengan foto dan video, tetapi kami belum mengetahui lokasi pasti di mana pesawat tersebut jatuh. Kepastian tentang kecelakaan ini didapat setelah pihak Basarnas dan KNKT melakukan konferensi pers.

Hati kami terluka. Bagi para kru penerbangan, apapun perusahaannya, jika terjadi kecelakaan, maka itu adalah duka bersama.

Pilot, co-pilot, dan awak kabin dilatih untuk menghadapi berbagai macam keadaan darurat. Melakukan simulasi untuk kondisi darurat yang biasanya terjadi dalam penerbangan, maka ketika ada pesawat yang mengalami kecelakaan, kami bisa merasakan bagaimana kengerian yang terjadi.

Berbagai informasi masuk, tentunya bukan informasi hoax, tetapi kami tak mengunggahnya di akun media sosial. Kami mengunggah sebatas ucapan belasungkawa. Kami tahu hal ini tidak etis untuk dibagi, etika diutamakan.

Sayangnya, masih ada orang-orang yang dengan mudah berbagi tanpa berpikir akibat yang ditimbulkan, khususnya bagi keluarga korban.

“Itu ada petugas yang share juga”

Petugas Basarnas dan KNKT mengunggah video dan foto tujuannya untuk memberi informasi tentang perkembangan proses evakuasi. Bukan untuk mencari sensasi, membuat menjadi viral atau hanya untuk sekedar like dari para follower.

Kita mengunggah untuk apa?
Apa lagi informasi mengenai kecelakaan sudah tersebar di portal-portal berita.

Jika ingin mengucapkan belasungkawa, cukuplah mengunggah tulisan tanpa disertai foto atau video apapun.

Jangan menambah duka, tapi doakan mereka yang ditinggal oleh keluarga dan kerabat agar diberi ketabahan oleh Allah Subhanahuwata’ala.

Jadilah warganet yang bijak.

28.10.2018 - 18:18
Agita Maulani


***


Selasa, 23 Oktober 2018

Kala Iman Tergadai Rupiah


Di perang Uhud, Mush'ab bin Umair Radhiallahu anhu bertugas memegang bendera. Ketika tangan kanannya dipotong, ia pegang bendera dengan tangan kirinya. Ketika tangan kirinya dipotong, ia jatuh berlutut memegang bendera dengan dada dan lehernya hingga ia terbunuh.

(Raudhah Al-Anwar fi Suriah an-Nabi al-Mukhtar, hal 113, karya syaikh Shafiyyurahman Al-Mubarakfuri)

*

Dahulu ada sahabat Rasul bernama Mush’ab bin Umair Radhiallahu anhu, yang gigih menjaga panji Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam hingga mati terbunuh.

Kini di akhir jaman kita dipertontonkan ulah segelitir orang, dengan ‘gagahnya’ membakar panji yang bertuliskan kalimat tauhid tersebut.

Alasannya tak masuk akal, mungkin memang mereka sudah hilang akal karena iman tergadai rupiah.

الله يهديك
Semoga Allah memberimu hidayah.

... dan kami berlepas tangan atas perbuatan kalian.
Semoga Allah mengampuni dan melindungi kami dari azab-Nya, aamiin.



23.10.2018 - 17:49
Agita Maulani


***

Minggu, 21 Oktober 2018

Belum Tentu Sendiri


Single?
Yakin?
Ah, kau tak tahu isi hatinya, kan?

Yang terlihat sendiri belum tentu hatinya sepi
Bisa jadi ada satu nama yang sudah tertulis di sana, namun dia memilih bungkam
Tak mengumbar asanya pada siapapun, bahkan pada sang pencuri hati

Cintanya tersimpan rapat
Tak berbagi cerita, kecuali hanya pada Tuhannya dia berani bertutur lugas
Menaruh harap agar rindu segera bertemu, dalam ikatan yang diridhoi oleh-Nya


19.10.2018 - 21:49
Agita Maulani


***


Minggu, 14 Oktober 2018

Romantis Itu ...


Romantis tak sekedar merangkai kalimat indah nan puitis, tak sebatas ucapan “Aku cinta kamu”.

Romantis bukan memberi sebatang cokelat dan seikat mawar merah, bukan juga sebuah kejutan bertahtakan intan permata.

Apalah artinya jika semua itu hanya basa basi belaka.
Tindakan nyata yang penuh tanggung jawab jauh lebih berharga.

Romantis itu kala perbuatan sejalan dengan ucapan, bukan pintar menebar rayuan gombal.

Menjalani cerita bersama, bukan pergi saat diterpa masalah.


Tetap setia meski banyak yang menggoda, pandai menjaga diri bukan pandai bermain hati.

Dan ...
Puncak romantis yang sesungguhnya adalah ketika kamu menyebut namanya dalam doa.
Memohon kepada-Nya untuk selalu menjaga dia yang dicinta.
Melangitkan segala harap untuk kebaikkannya, di atas bentangan sajadah pada akhir malam.


06.04.2018 - 11:45
Agita Maulani


***


Selasa, 09 Oktober 2018

Al Fatihah


Beredar di lini masa video Presiden Joko Widodo yang salah melafalkan kata “Al Fatihah” menjadi “Al Fateka”. Ramai orang membicarakannya, tak sedikit yang menyalahkan bahkan mencelanya.

Itulah kita manusia, pandai melihat kesalahan orang lain namun lupa dengan kekurangan sendiri. Bibir ini mungkin mudah mengucap kata “Al Fatihah”, namun apakah tujuh ayat dari surah Al Fatihah sudah kita baca dengan benar?

Bagi umat muslim, surah Al Fatihah tentu sudah hafal di luar kepala karena surah ini wajib dibaca ketika shalat, baik itu shalat fardhu maupun shalat sunnah. Meski sudah hafal dan terbiasa membaca surah Al Fatihah, pernahkah kita memeriksa bacaan kita?

Apakah pengucapan huruf per huruf sudah benar?
Atau jangan-jangan kita tidak bisa membedakan bagaimana membaca huruf أ dan ع

Apakah hukum-hukum bacaan (tajwid) sudah ditunaikan dengan baik?
Atau bisa jadi ternyata kita salah menerapkan hukum bacaan, salah menempatkan mana yang dibaca 2 harakaat, 4 harakaat dan 6 harakaat.

Sebelum menilai orang lain, berkacalah dulu untuk diri sendiri. Daripada lisan sibuk mencela, lebih baik digunakan untuk memperbaiki bacaan Al Quran.

Lihatlah huruf per huruf, baca ayat per ayat dengan seksama. Perbaiki bacaan untuk menyempurnakan pelaksanaan rukun islam yang kedua yaitu shalat, karena syarat sah shalat adalah membaca surah Al Fatihah dengan baik dan benar.

tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Faatihatul Kitaab
(HR. Al Bukhari 756, Muslim 394)

Wallahu a’lam bishshawwaab.



09.09.2018
Agita Maulani


***