Translate

Minggu, 17 Maret 2013

"Ya.. Ya.. Ya.."

Kata "Iya" atau "Ya" merupakan kata yang menyatakan persetujuan dari suatu pernyataan atau pertanyaan. Tapi apa iya seperti itu?

Kaum pria suka meng-iya-kan pernyataan atau pertanyaan pasangannya agar pernyataan atau pertanyaan tidak semakin melebar. Alasannya "Biar cepat, biar ga merepet (cerewet) kemana-mana"

Saya pun pernah menggunakan kata mujarab ini agar pembicaraan cepat selesai, karena kalau saya berkata "Tidak", akan ada pertanyaan lanjutan "Kenapa?"

Bukan maksud untuk sekedar menyenangkan lawan bicara atau tidak punya prinsip, tapi jengah juga kan kalau terus mendengar pernyataan atau pertanyaan yang sama berulang-ulang.

Apalagi kalau yang dihadapi adalah orang dengan posisi tertentu, entah itu orang yang lebih tua, atasan, atau orang dengan strata sosial ekonomi A, yang biasanya tidak suka dengan jawaban "Tidak". Untuk hal-hal yang tidak prinsip, daripada pusing dengan pertanyaan lanjutan "Kenapa?" dan pembahasan jadi lebih panjang, saya memilih "Iya" aja deh. Done, mereka pun diam.

Hal yang sama saya lakukan kalau pembahasan ngga penting banget. Iya.. Iya.. Aja deh, wong ngga penting juga :)

Pengalaman bekerja sebagai pramugari juga jadi cerita tersendiri. Kita diajarkan untuk mendengarkan apa yang penumpang katakan, entah itu manis atau pahit.

Complain penumpang merupakan hal yang paling jengah yang harus dihadapi, tapi karena sudah menjadi bagaian dari pekerjaan, kata mujarab "Iya" dan "Maaf" cukup ampuh meredam amarah mereka. Biasanya penumpang yang complain pada akhirnya malu sendiri, apa lagi kalau mereka marah-marahnya dengan intonasi suara tingkat tinggi sampai satu pesawat tahu.

Lalu dengan bersikap seperti itu apakah kita menjadi manusia rendah, padahal belum tentu kita yang salah? Tidak, justru itu menunjukkan sikap kedewasaan, bagaimana kita menghadapai dan menyikapi orang lain. Istilahnya api jangan dilawan dengan api.

Lalu apakah kata "Iya" yang sekedar meng-iya-kan merupakan bentuk ketidakpedulian, tidak respek kepada orang lain? Menurut saya tidak juga. Kadang orang mengeluarkan pernyataan atau pertanyaan bukan untuk menjadi bahan argumentasi, tetapi hanya untuk mengungkapkan isi hati. Apa lagi kalau hal-hal yang dinyatakan atau ditanyakan bukan hal prinsip, buat apa membuang energi berargumentasi untuk hal-hal tidak penting bukan?!


1 komentar:

  1. Yups kurang teges namanya kalo kita selalu meng-iyakan sesuatu

    BalasHapus