Translate

Jumat, 05 Mei 2017

Komentator Amatir


Rehat sejenak dari cerita cinta, mari bicara sepak bola.

*

Dulu aktivitas pagi diawali dengan membaca koran ditemani secangkir minuman hangat, bisa kopi, teh atau susu. Bagi banyak orang mengawali hari dengan membaca koran hukumnya wajib.
 
Namun seiring waktu kebiasaan ini mulai hilang. Salah satu penyebabnya adalah padatnya jalanan pada pagi hari sehingga waktu tempuh menuju kantor menjadi lebih lama. Para pekerja harus berangkat lebih awal, maka tak ada lagi waktu untuk santai sejenak menikmati secangkir kopi hangat sambil membaca koran, karena akan membuat terlambat tiba di kantor.

Tidak membaca koran bukan berarti tak mengetahui berita terkini. Kecanggihan teknologi membuat berita lebih mudah di akses. Membaca berita dapat melalui portal berita elektronik, melalui aplikasi-aplikasi berita pada telepon genggam dan media sosial. Kini berita bisa kita baca kapan pun di mana pun.

Berita pagi ini kurang lebih sama seperti hari-hari kemarin. Kasus penistaan agama yang menimpa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama, masalah politik dan ekonomi mendominasi lini masa akun twitter saya. Namun ada satu berita yang menarik perhatian, yaitu berita yang dirilis oleh PSSI mengenai hasil sidang Komisi Disiplin PSSI pada hari Kamis, 4 Mei 2017.

*
Bicara tentang sepak bola, sebetulnya saya bukanlah ahlinya, walau pun sejak kecil saya memang sudah mengenal apa itu sepak bola. Ayah dan ibu saya adalah penggemar berat tim asal Italia, AC Milan. Saya tumbuh dengan nama-nama besar para pemain klub-klub Eropa kala itu, seperti Ruud Gullit, Donna Donni, dan Marco Van Basten. Beranjak dewasa saya lebih menyukai liga Inggris dibandingkan liga Italia. Manchester United adalah salah satu tim favorit saya. Kala itu tim di isi oleh para pemain handal seperti Paul Scholes, Rio Ferdinand, Ryan Giggs, David Beckham, dan Garry Neville. Bisa dibilang ini adalah susunan pemain terbaik yang pernah dimiliki oleh tim berlambang setan merah tersebut.

Kala gegap gempita sepak bola Eropa menarik perhatian saya, justru saya tak tertarik dengan sepak bola di negeri sendiri. Bagi saya sepak bola Indonesia saat itu membosankan, ditambah isu-isu politik yang menyelimutinya membuat semakin tidak tertarik untuk melihatnya.

Saya mulai melirik sepak bola Indonesia sejak Bambang Pamungkas, Firman Utina, Irfan Bachdim, Christian Gonzales dan kawan kawan menunjukan taringnya pada sepak bola Asia (saya lupa persisnya tahun berapa, kalau tidak salah 2010). Saya melihat gaya permainan Timnas Indonesia sudah membaik, mereka dapat mengimbangi pemain-pemain lawan dari negara-negara tetangga.

Sejak itu pula sedikit demi sedikit saya mengikuti perkembangan sepak bola di Indonesia. Berbagai polemik menghampiri, seperti sempat adanya dualisme pada tubuh PSSI, adanya dua kompetisi yang berjalan, hingga yang terakhir pada tahun 2015 Indonesia terkena sanksi FIFA. Sepak bola di Indonesia dibekukan. Kurang lebih satu tahun para insan sepak bola dibuat tak berdaya.

Lepas dari pembekuan FIFA pada tahun 2016, dengan kepengurusan baru dibawah pimpinan Edy Rahmayadi dan mengusung slogan: Profesional Bermartabat, PSSI terus membenahi diri.

Sayangnya ketika institusi dan tim bebenah diri, tidak dengan para suporter. Masih ada suporter-suporter nakal yang memberikan imbas negatif pada tim yang didukungnya. Saya pun baru mengetahui bahwa ada regulasi yang dapat membuat tim terkena sanksi karena ulah suporternya.

*

Seperti yang dilansir pada laman www.pssi.org hari ini, memasuki pekan kelima kompetisi beberapa tim sudah terkena sanksi denda. Diantaranya Persegeres Gresik United yang dikenakan sangsi denda sebesar Rp. 25.000.000 akibat ulah suporter yang melakukan pelemparan pada bus Semen Padang hingga kaca bus pecah dan seorang pemain Semen Padang mengalami luka. Persib Bandung pun terkena imbas akibat ulang suporter. Tim asal kota Bandung tersebut terkena sangsi denda sebesar Rp. 10.000.000 karena suporter menyalakan flare. Selengkapnya klik :  http://pssi.org/in/read/PSSI/Hasil-Keputusan-Sidang-Komisi-Disiplin-PSSI-Kamis-4-Mei-2017-7987

Bagi tim, suporter adalah pemain kedua belas. Tanpa suporter di pinggir lapangan, sepak bola rasanya hambar. 

Beberapa tim telah menjalin kerjasama yang baik dengan para suporternya, mereka menjalin komuniksi untuk bersama-sama menjaga suasana pertandingan tetap kondusif. Namun tetap saja masih ada oknum yang hobi huru hara.

Slogan Profesional dan Bermartabat bukan saja milik PSSI, tetapi milik seluruh insan sepak bola termasuk suporter. Suporter yang profesional adalah suporter yang memberikan iklim positif pada kompetisi, berperan serta dalam kemajuan sepak bola Indonesia. Suporter yang bermartabat adalah suporter yang sportif, menerima kekalahan tim yang didukungnya, tak membuat huru hara hingga membuat tim yang didukungnya dikenai sanksi.

***

#30DaysWritingChallenge
#30DWC
#30DWCJilid5
#Day25


Tidak ada komentar:

Posting Komentar